CAP GO MEH
Cap Go Meh melambangkan hari ke-15 dan hari terakhir dari masa perayaan
Imlek bagi komunitas kaum migran Tionghoa yang tinggal di luar Cina.
Istilah ini berasal dari dialek Hokkian dan secara harafiah berarti hari
kelima belas dari bulan pertama. sedangkan lafal dialek Hakka Cang
Njiat Pan, artinya pertengahan bulan satu. Di daratan Tiongkok dinamakan
Yuan Xiau Jie dalam bahasa Mandarin artinya festival malam bulan satu.
Setiap
tanggal 15 malam bulan satu Imlek para petani memasang lampion-lampion
yang dinamakan Chau Tian Can di sekeliling ladang untuk mengusir hama
dan menakuti binatang-binatang perusak tanaman sementara para wanita
beribadah ke klenteng untuk meminta kecantikan dan keberkahan kepada
para dewa. Namanya Sembahyang Bulan Purnama. Para wanita berdoa pada
dewa agar wajahnya seperti bulan purnama yang indah, mulus, dan manis.
Perayaan ini dirayakan dengan berbagai kegiatan.Di
Taiwan cap go meh dirayakan sebagai Festival Lampion. Di Asia Tenggara
dikenal sebagai hari Valentine Tionghoa, masa ketika wanita-wanita yang
belum menikah berkumpul bersama dan melemparkan jeruk ke dalam laut –
suatu adat yang berasal dari Penang, Malaysia.
Di
samping itu di Indonesia pada hari perayaan cap go meh juga diadakan
Khong yang merupakan acara menggotong replika dewa (shen) dengan joli
(tandu) dihiasi dengan berbagai asesoris dengan didominasi warna merah
dan kuning emas. Tandu ini digotong belasan laki-laki atau khusus
wanita. pada acara Gotong Toa Pekong, satu per satu empat patung dewa
diarak. Sesuai kepercayaan umat, arak-arakan dewa itu harus dimulai
pukul 13.00. Secara berurutan dewa-dewa yang diarak adalah Kong Co
(anjing langit) sebagai pembuka jalan, menyusul Cheng Goan Cheng Kun, Ma
Kwan Im, dan Ma Copo. Sebelum replika dewa digotong digelar acara
ritual oleh para Tangsin (orang pintar) di dalam ruang vihara.
Para
Tangsin yang kerasukan dipercaya sebagai media dewa untuk berkomunikasi
dengan manusia. Para Tangsin tidak ragu-ragu untuk menggoreskan
tubuhnya dengan senjata tajam sampai memotong lidahnya. Tetesan darah
diusap dengan kertas dewa (hu) dan kertas ini menjadi rebutan massa
karena dipercaya dapat menyembuhkan penyakit, atau membawa
keberuntungan. Bahkan, dipercaya sesuai keinginan masing-masing. Seperti
mengharapkan jodoh, usahanya supaya maju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar